Kamis, 01 September 2011

JADI ALA GGA



JADI Sebenarnya selama ini diriku menikmati dunia persahabatan imaginasi dengan teman-teman yang mempunyai khayalan tingkat tinggi yang sama seperti diriku. Tawa dengan gelak sejuta ekspresi ditumpahkan dalam sebuah tulisan, itulah mereka para penulis mimpi. Namun, tak lebih menarik persahabatan yang nyata adanya. Satu-persatu ekspresi ditampilkan secara utuh tanpa ada campur tangan kebohongan mimpi. Merekalah GGA3IPA1-BFF. Teman-temanku yang mempunyai sifat jauh berbeda satu sama lain, tapi mempunyai hati yang sama. Tak ada goresan kebencian di hati mereka, yang ada hanya kasih sayang saudara dunia impian yang kami lukis sendiri dengan kuas canda dan warna-warni pelukan manja kesederhanaan cinta.

Untaian belaian hari nan fitri kami sambut dengan riang. Tepat di hari Kamis, 1 September 2011 kami menghabiskan setiap detik dengan canda. Awalnya sih malas minta ampun rasanya beranjak dari pulau kapukku tercinta. Rasa kantuk bercampur pikiran yang melayang-layang memikirkan pekerjaan yang menanti. Kiriman paket dari negeri Singa Muntah bakal sampai dan itu artinya pekerjaanku pun akan segera menumpuk. Namun, aku berpikir ulang, toh pekerjaan sebagai kuli tinta ini belum menghasilkan apa-apa, lebih baik aku santai dulu sejenak untuk menyegarkan pikiran dan mencari motivasi. Tangan yang tadi bermalas-malasan memeluk boneka dolphin kesayanganku kini meraih bentangan handuk. Segera kubersiap-siap mandi dan berdandan apa adanya agar bisa cepat-cepat pergi.

Bolak-balik melihat jam, tapi entah mengapa para pion kunci (David, Novri dkk) belum juga datang menjemputku. BT juga sih menunggu lama sekali jadi kuputuskan untuk SMS mereka saja dan rupanya mereka hendak membuatku menunggu lebih lama lagi karena takut Nyonya David menunggu lama. Haisss ini pasti karena ada apa-apanya neh di rumah Dedek Mia, kelamaan di sana jadi lupa untuk menjemputku dan Novi. Namun, dengan ekspresi ngambek  akhirnya mereka banting stir balik menuju rumahku. Nah ini yang seharusnya bukannya bolak-balik, tapi belumlah pantat nempel di kursi mereka sudah hendak beranjak lagi....kwkwkkw dak deng, maksudnya karena sangat sebentarnya mereka di rumahku.
“Payo oi kito berangkat, Novi lah nunggu!” dengan logat Palembang yang kental si David mengajak kami cepat beranjak.

Seperti kebiasaan lama teman-temanku ini sebelum beranjak pasti berpamitan dengan ortuku. Inilah yang aku suka dari mereka, walau urak-urakkan tapi tetap santun. Satu alasan inilah ortuku mengizinkan aku berteman dengan mereka, poin plus untuk mereka. Jadi... kwkkwkw

Beranjak dari rumahku langsung menuju ke rumah Novi. Novi ini sebenarnya bukan anggota GGA, tapi dia teman bonus dari David alias pujaan hati David. Inilah uniknya GGA jika ada teman yang mempunyai pasangan pasti dirangkul untuk menjadi bagian, ibarat tubuh maka Novi adalah perhiasan yang mempercantik tubuh. Jika perhiasan ini mudah beradaptasi maka cocoklah perhiasan itu menempel di badan, tapi jika perhiasan ini menolak alias tak ingin menyatu, hanya sibuk dengan dunia soliter bersama pasangan maka canggunglah badan, hingga berujung rasa tak nyaman dan timbullah raport merah untuk yang membawa sang kekasih.

Saat sampai di rumah Novi seperti biasanya si Cocop Novri membuat gaduh, niatnya sebentar saja, tapi karena kue dan air sudah di tuang maka rencana melenceng.
“Cacam alangkeh peletnyo, kecik nian minuman ini!” gumam Novri karena cangkir air mineral yang mini.
“Hihi, biasanyakan nggak habis makanya beli yang mini aja.” Jawab Novi dengan tawa agak sedikit malu.
Sebenarnya nggak perlu dijawab apa yang Novri bilang, toh nggak penting tuh, hihi...

Beralih dari rumah Novi langsung tancap gas ke rumah Vivin, sesampai di sana sudah di hadapkan dengan wajah Devi yang sangar dan amarah Fenny. David sudah ketakutan melihat ekspresinya, tapi untunglah Devi dan Fenny tidak begitu marah. Sesampai di rumah Vivin di sambut dengan jus semangka yang maknyus dan duren alamak dari Sekayu... hihi wong kitek galek...

Nah kita beranjak ke rumah Juni (Nyonya Rengga). Cukup seh tawa di sini , tapi tak begitu renyah. Hal ini mungkin dikarenakan sikap Juni yang masih malu-malu. Kebetulan juga ada Safran, Hendi, dan Ayu di sana. Hmmm sedikit ada kecewa juga karena niatnya mau jemput Juni, tapi karena ada tiga teman alumni MTs, so membuat Juni tidak ikut dengan kita. Padahal kita berharap sekali Juni ikut bergabung dengan kami. Tapi insyaallah besok-besok ikut yah.... setelah dari rumah Juni ke rumah Pak Amin, tapi sayangnya Pak Amin tak di rumah, Mancing kali...hihi...

Aneh tapi ya itulah adanya GGA selalu saja membuat suasana jadi hangat, sampai-sampai kipas angin di rumah Rita tak terasa dinginnya. Hihi... nah-nah di rumah Rita ini pecah sudah kompor meleduk. Dengan pembawaan Rita yang ngocol abis menambah panas suasana, hihi... pertengkaran mulut di antara Fenny dan Rita membludak saja. Nahmbah lagi yang nggak nyangka itu si Islamail, lugu-lugu makan dalam juga.
“Kalau dilihat-lihat Mia neh mirip Nia Rhamadani!” kata Ismail.
Gelak tawa penuh menggoda mengiringi perkataan Ismail. Mia terlihat tersipu-sipu mendengearnya dan Fenny mulai menggoda Mia. Diriku pun cukup dibuatnya terkejut. Mifta dan suhardi yang nampak diam ikut tertawa mendengarnya. Semua gurauan terpancing atas satu kalimat tersebut.

Tawa baru dimulai ini baru permulaan, guliran waktu sangat terasa cepat berlalu. Satu-persatu keceriaan deetik membidik hati yang sempat sepi. Wah yang tak kalah lucunya adalah kejadian di rumah Novri. Fenny disambut nenek Novri dengan hangat, ciuman sang nenek pun melayang begitu saja di pipinya. Aku dan teman-teman tak berhenti tertawa, rasanya kenyang dengan tawa. “Cucu nenek” itu julukan untuk Novri, tapi kini julukannya dilayangkan untuk Fenny. Yah semua mengalir begitu saja. Fenny yang seketika menjadi pusat perhatian pun menghadapi gelak tawa teman-teman dengan santai. Begitulah dirinya, tak pernah terlalu ambil hati dengan gurauan yang membanjirinya.

Setelah dari rumah Novri kita lanjut ke rumah David. Di jalan mobil Mas Didi sempat nyenggol, tp untung tak apa-apa. Wah di rumah David ini pasti selalu tersedia masakan mamanya yang enak. Model telah menunggu untuk di santap. Perut kenyang eh tawa juga kenyang, rasanya rahang ini sudah letih untuk tertawa. Namun sayangnya, entah ada apa Vivin tiba-tiba memutuskan untuk pulang. Semoga saja semuanya baik-baik saja. Sepulangnya Vivin, Mas Didi berubah jadi aneh deh, hmmm mungkin karena bidadarinya lagi dalam masalah kali yah. Nah sempat lupa ada pion aneh satu lagi yang datang, dialah Kasoma. Laki-laki berkulit putih yang lugu tp tak selugu sifatnya...cacam...hihi si biang kerok juga neh...

Nah-nah selanjutnya ini neh yang di tunggu-tunggu moments pergi nonton dan lagi-lagi si boss Rengga yang traktir... pusing juga seh seharian dengerin ceramah Rengga. Dia ngobrolin masalah nikah mulu seh... dari rumah Devi berdebat masalah mahar, uang untuk sedekah dan di tambah-tambahin Fenny pula.
“Lah men dikasih sejuta kito gelar tiker be, nah kalau limo puluh gedung!” kwkwkkw parah...
Jika diingat-ingat semuanya tampak menggelitik hati. Setelah dari rumah Devi tancap gas ke rumahku untuk pamit ke mama papa, dengan sigap dan tampil PD Rengga berbicara dengan ortuku. Papa pun memberikan izin dan aku mulai merasakan lega untuk menikmati waktu dengan teman-teman.

Sesampai di bioskop rasa kantukku kembali datang, “Huaaaaaah ingin rasanya terbaring di sova bioskop” kataku dalam hati, berujar sepertinya waktu tidur memang telah datang. Teman-teman pun terlihat telah kehabisan energi karena tertawa seharian.

Saat di bioskop filmnya pun ternyata sedikit menyayat hatiku, “Di Bawah Lindungan Ka’bah” begitulah judul film itu. Kalimat yang sampai sekarang aku kutip di hati adalah “Sesungguhnya jika mereka tidak merestui kita, maka Allah lah yang akan selalu merestui kita. Dan sesungguhnya kita tidak pernah sendiri. Ada Allah yang selalu ada untuk kita.” Subhanallah, aku sempat melupakan itu. Selama ini jika aku merasa sendiri maka akan kupalingkan hatiku ke musik dan tulisan, teryata mencondongkan hati selalu ke Rob itu lebih damai. Lagi pula dalam setiap tawa pasti ada tangis, begitu juga waktu pasti ada sela untuk berdetak dan berganti.

Waktu begitu cepat berlalu, rasa rindu dengan teman-teman masih tak juga tuntas. Namun, waktu tak dapat berhenti walau sedetik hingga kami harus kembali ke rumah dengan tawa yang masih tersisa di hati yang selalu disisipkan untuk GGA tercinta. Semak hati yang penuh ditumbuhi rerumputan kini telah berganti dengan wewangian bunga persahabatan yang takkan perlah layu, Jadi... haha aku sampai sempat melupakan kata khas Rengga... dan datu lagi ngereyam, kanji, gatal...dari Rita.

Ok Dah... See u next times guys...dengan cerita lebih seru lagi tentunya... pengennya seh maen air di Water Boom hehehe seru tuh...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar